Lembaran Mimpi

Jumat, 08 Mei 2009

Going to Karang Mountain

Kamis, 7 Mei 2009 menjadi hari yang luar biasa bagi Alif. Alif bersama-sama anggota HISPACADA (Himpunan Siswa Pencinta Alam Cahaya Madani) yang lain berhasil mendaki gunung tertinggi di Pandeglang, Gunung Karang.

Gunung karang adalah gunung yang setiap pagi kami lihat, menghilang saat hujan turun, dan muncul kembali saat langit kembali cerah. Gunung karang adalah gunung yang terdekat dari sekolah kami, hanya 15 menit untuk pergi ke perkampungan terakhir yang merupakan pos masuk ke gunung karang. Gunung ini depenuhi dengan mistis dan misteri karena dipuncak gunung ini ada 7 sumur yang dipercaya oleh warga sekitar jika kita berhasil menemukan 7 sumur tersebut akan mendapatkan apa yang kita inginkan.

Perjuangan untuk pergi ke sana tidak dimulai dari kaki bukit di pagi hari, tapi dimulai 5 hari sebelum keberangkatan. Ide untuk pergi kesana sebenarnya bukan untuk melaksanakan sebuah agenda. Ide ini hanya berawal dari celotehan seorang anggota yang ingin pergi ke gunung karang.

Jum'at, 1 mei (Hari Buruh, lho?)

Pertemuan rutin Hispacada, Alif yang kebetulan dulu terpilih menjadi ketua Hispacada memimpin pertemuan kali ini untuk membahas pendakian gunung karang, anak-anak terlihat antusias saat mengetahui bahwa kita akan pergi ke gunung karang. Hari itu kita putuskan untuk melakukan pendakian hari senin tanggal 4 mei karena memang hari senin sampai sampai rabu adalah UAS kelas III, sehingga tidak ada kegiatan bagi kelas 1 dan 2. Syaratnya cuma 2 buat anggota yang mau ikut, udah pernah ikut 2 kali pertemuan dan mendapat izin dari orang tua.

Sabtu, 2 Mei (Hardiknas, Lho lagi?)

Alif dapat kabar yang kurang mengenakan bahwa hari senin sampai Rabu, kegiatan bagi kelas 1 dan 2 akan berjalan seperti biasa. Ini artinya kita harus merubah waktu keberangkatan kita. Alif langsung ngadaain pertemuan dadakan sama anggota buat ngebahas masalah waktu pendakian ini.

Opsi pertama, kita pergi hari minggu (3/5) opsi ini ditolak karena semua anggota ingin menghadiri acara spesial milik seorang guru.

Opsi kedua, kita pergi hari minggu (10/5) tapi ide ini juga langsung ditolak karena hari itu adalah seleksi AFS bagi kelas 1.

Opsi ketiga, hari minggu (14/5) ini opsi terakhir, dan kalo Alif mengundur acara sampai segitu lama, ini akan menjadi ujian bagi kredibilitas Alif sebagai ketua.

Pertemuan berakhir tanpa ada keputusan yang diambil, Alif masih harus berusaha mendapat opsi keempat yang lebih reliable buat semua. Alif terus ngelobi Pak Jejen (Wakasek Kesiswaan) buat dapet waktu lain.

"Ayo dong stadz, kita udah harus pergi nih! Hari senin bener-bener ga bisa ni pak?"

"Aduh gimana ya Lif, hari senin besok kegiatan berjalan seperti biasa."

"Emang bakal efektif stadz?"

"Ya ga tau, liat az nanti"

"Ayo dong stadz, masa di undur lagi? Gada hari lain gtu?

"Emmm.. Coba deh hari Kamis, kayaknya ada upacara deh buat guru-guru, coba tanya ke bu Nia."

"Bener nih stadz?"

"Coba tanya ke bu Nia."

Alif langsung lari ke Bu Nia, udah ga kebendung lgi rasa seneng Alif.

"Bu, emang hari kamis ada upacara buat guru-guru ya?"

"kayaknya ada deh, kenapa lif?"

"ga bu, Alif pengen ke gunung Karang. Semua guru ikut?

"Kayak gitu deh."

"hehe.. Makasih bu."

Alif langsung lari lagi ke Pak Jejen.

"Pak bener pak, ada upacara buat semua guru."

"Bener? Ya udah hari Kamis az."

"Ye.. Bener ni pa? Hari kamis ya?"

"Iya"

"Makasih pak"

Alif langsung cium tangan, dan lari keluar sambil loncat-loncatan kayak orang gila.

Senin-Rabu, 4-7 Mei

3 hari ini semua anggota yang positif ikut (sekitar 30 orangan yang kita kasih nama MAKERS, Madanian Hikers) sibuk nyiapin segalanya, konsumsi, peralatan, perizinan, transportasi, pembimbing, sampai kostum yang akan kita pakai.

Kamis, 7 Mei

Hari H. Hari penentuan. Hari pendakian. 29 siswa dan 6 pembimbing akan mendaki gunung karang.

Kita berangkat dari sekolah sekitar pukul 7 dengan menggunakan truk pasir ke kampung terakhir, Pakuhaji. Dan dari Pakuhaji inilah pendakian akan dimulai.

Perjalanan ke Pakuhaji hanya menghabiskan 15 menit. Setelah berdoa dan briefing sebentar, kita jalan. Anggota Makers dibagi menjadi 3 kelompok dengan masing2 koordinatornya, Alif menjadi koordinator umum yang harus betanggung jawab untuk 28 nyawa temen Alif ini.

Alif di depan bersama Ust. Afif dan Haroki (karena mereka berdua yang pernah ke gunung karang) dan pembimbing lainnya menjadi sapu bersih di belakang.

1/3 perjalanan, medan belum terlalu sulit, tanah2 masih berbentuk tangga-tangga. Sampai kita kita sampai di sebuah saung dan pembimbing di belakang berbicara dengan Walkie Talkie ke Alif untuk istirahat dulu.

Mulai dari sinilah Pendakian sesungguhnya dimulai. Kedepan, kita ga akan menemukan tanah yang berbentuk tangga lagi, medan akan lebih licin, dan lebih curam. Akan ada beberapa jalan yang sudutnya mencapai 90 derajat sehingga kita harus memanjat. Mulai dari pos inilah, 5 pembimbing yang tadi menjadi sapu bersih dibelakang tidak ikut. Alasan mereka adalah, "Sekali-kali mandiri". Artinya tinggal ust. Afif yang akan ikut ke atas.

Formasi Alif ganti, yang tadiya kelompok satu (kelompok penjelajah) didepan, Alif pindahin ke belakang sebagai sapu bersih. Ust. Afif dan Haroki juga Alif minta di belakang. Sekarang formasi menjadi 3-2-1.

Perjalanan dimulai lagi, waktu itu menunjukan pukul 10. Medannya luar biasa, tidak ada lagi jalan mendatar, semuanya mendaki. Alif harus bekali-kali berhenti dan bilang "Stop dulu, yang belakang nempel ga?" kalo misalnya mereka bilang "Belum akh", "Yaudah tunggu sebentar".

Setiap menemukan tanjakan yang 90 derajat, semua berhenti dulu sampai semuanya naik, baru kita jalan lagi. Sebagai orang yang paling depan, Alif bakal menjadi orang pertama liat medan, kalo misalnya Alif liat ada medan mendatar, Alif langsung teriak "Woy temen-temen ada jalan datar, Ayo semangat! Kita bisa isitrahat disna!" Padahal jalan datarnya cuma beberapa meter, abis itu mendaki lagi. Mereka pasti bilang "Lif, mana jalan datarnya? Segini doang?" "Ya emang cuma segitu, yang penting kan datar, hehe.."

"Ayo semangat dong, selama Alif masih tersenyum, kalian pasti bisa!"

Semua pasti teriak "Huuu.. siapa yang mau liat ente tersenyum! Huek!"

Target kita nyampe warung terakhir yang juga menjadi tempat terakhir kita jam 12 tapi jam 11.30 belum ada tanda-tanda kiat bakal nyampe. Sampe ada yang teriak "Lif, tahan dulu ada yang keseleo!" Alif langsung turun lagi ke belakang, liat siapa yang keseleo ternyata ada dua orang yang keseleo, Zahra dan Iena.

"Kalian masih kuat?"

"Masih lif."

Yang keseleo dibawa ke depan, dan mulai dari situ Alif harus tanggung jawab nuntun Zahra dan Iena sama Dewi. Posisi paling depan diisi sama Irfan dan Iis, Alif ada di belakang mereka.

Disinilah Alif bangga dengan Cahaya Madani, setelah sekian jauhnya kita dari sekolah, kita masih menjaga dengan teguh hubungan ikhwan dan akhwat, kita berusaha untuk terus tidak berhubungan langsung dengan lawan jenis. Bahkan dengan yang kondisi cidera sekalipun, kita masih menjaga hubungan dengan lawan jenis. Alif yang menuntun Zahra pun, menggunakan kayu untuk menariknya, padahal jika langsung menggunakan tangan akan jauh lebih mudah. Tapi kita masih kuat menjaga nilai-nilai islam kita tentang hubungan ikhwan akhwat.

Kita akhirnya sampai di sumur pertama yang menjadi tujuan kita pukul 12.30. Telat setengah jam.

Diatas, ga banyak yang alif lakuin, cuma makan,sholat dan foto-foto. Kita sepakat cuma sejam di atas. Disana ada sebuah sumur yang disebut oleh warga setempat sebagia sumur pertama dari 7 sumur.

Yang tidak bisa Alif bayangkan, ternayata di atas sini ada sebuah warung yang cukup besar yang kira-kira bisa menampung 50 orang. Dsinilah jalan setapak berakhir, untuk bisa lebih atas lagi, kita harus membuat jalan sendiri yang artinya harus benar-benar expert untuk bisa mendaki lebih jauh.

Setelah bersiap-siap, jam 2 kita mulai untuk turun.

Perjalanan turun jauh lebih mudah, sampai semuanya berubah total saat ada yang teriak lagi. "Akh, tahan dulu! Iena sakit lagi!" Alif yang ada di posisi depan langsung naik lagi ke atas.

"Iena gimna?"

"Lumayan sakit akh, sebernya sakitnya udah dari pas naik, cuma ga mau bilang takut ga diajak ke atas."

"Yaudah ga apa-apa, masih bisa jalan?"

"Bisa, tapi harus sambil duduk."

"Kedepan az ya."

Sekarang Alif yang harus bertanggung jawab nuntun Iena, posisi depan sekang di isi sama Indah "Stephanie" sama Angga "David".

Alif salut sama Iena, walaupun dalam keadaan seperti itu dia masih ceria, dan ga pernah ngeluh. Dia selalu bilang "Udah akh Alif, tas ana biar ana az yang bawa". Walaupun dalam kondisi sakit, dia tetep berusaha untuk tidak nyusahin yang lain.

"Lif tunggu dulu, Iis nge-drop nih!" Ada yang manggil Alif lagi. Alif lagsung lari lagi ke atas. Dan langsung menemukan Iis dalam kondisi yang bener-bener berbeda dengan kondisi saat dia naik. Dia pucet banged. Alif langsung nanya ke Irfan yang ada di sebelahnya.

"Fan, ente bisa jaga dia ga?"

"InsyaAllah bisa lif"

"Irfan sama Dewi terus jaga Iis ya"

"Iya lif"

Sejak saat itu, kita jalan merayap. Yang seharunya kita sampai di bawah jam 6, ini pukul 4.30 kita masih 1/3 perjalanan dari atas. Para pembimbing yang khawatir dibawah langsung menghubungi Alif pake Walkie Talkie.

"Lif gmna disana? Yang sakit gmna?"

"Kita merayap stadz. Yang sakit ga bisa jalan cepet-cepet."

"Coba kamu teriak sekenceng-kencengnya, supaya kita tau kalian masih jauh ga."

Kita semua langsung teriak bareng-bareng, tapi sepertinya ustadz belum bisa denger.

"Lif coba teriak, kita mau tau dimna posisi kalian."

Kita berkali-kali teriak, tapi mereka tidak bisa mendegar. Itu artinya kita masih jauh sekali dari pos tempat kita berpisah tadi. Alif langsung mutusin buat lari sendirian kebawah duluan, buat ketemu dulu sama pembina.

"Ga, Ana duluan ke bawah, buat ketemu ustadz dulu, ente yang mimpin jalan ya!"

"ya akh"

Alif langsung lari sekencang-kencangnya buat menghemat waktu. Setelah 10 menit lari, Alif akhirya ketemu sama salah satu pembimbing, Pak Teguh.

"Gimana yang lain lif?"

"Dibelakang stadz"

"Alif duluan buat ketemu ustadz."

"Yaudah kamu tunggu sini, Ustadz mau jemput mereka. Sini kasih ustadz satu tasnya. Kamu bawa satu az!"

Pak Teguh langsung lari ke atas. Dan Alif harus nunggu di situ sendirian. Bisa kalian bayangin ditengah hutan duduk sendirian, kanan-kiri jurang. Dan harus menunggu sampai mereka datang (bisa kalian hitung, jika Alif saja membutuhkan 10 menit dengan berlari, mereka butuh waktu berapa lama untuk datang?). Saat itu langit mulain menggelap dan waktu sudah menunjukan pukul 5. Alif cuma ditemani, sama kicauan burung dan suara angin menggoyangkan dahan pepohonan. Tidak terbayangkan jika saat itu ada ular yang menggigit Alif dari samping dan terjatuh ke jurang disamping Alif. Tidak akan ada yang tau dimana Alif.

Setelah 20 menit menunggu, akhirnya mereka datang. Kita sampai di pos tempat kita terakhir berpisah dengan pembimbing tepat jam 6. Setelah 4 jam perjalan, kita baru sampai 2/3 perjalanan. Dan ini benar-benar diluar perkiraan jika harus turun dalam keadaan malam hari. Sampai di pos ini, Iis sudah tidak sadarkan diri, dia harus dibawa dengan tandu.

Di pos ini, kita istirahat sebentar. Kita ganti formasi lagi. Di depan 2 orang sebagai penunjuk jalan, abis itu kelompok pembawa tandu, Iena dengan Dewi, 3 orang pembimbing, rombongan, dan di belakang 3 orang pembimbing lagi. Rombongan di atur sedemikian rupa sehingga senter dibawa bisa pakai secara efektif, dengan formasi ikhwan-akhwat-ikhwan-akhwat.

Perjalanan membawa tandu sungguh luar biasa, kita sering berhenti, karena pembawa tandu tidak kuat dan sering istirahat. Para pembawa tandu inilah yang menjadi para pahlawan, walaupun mereka juga dalam kondisi yang luar biasa lelah, mereka tetapa berusaha membawa Iis yang saat itu tidak sadarkan diri.

Saat kita berhenti inilah yang menjadi moment-moment penuh arti, karena kita harus duduk dan juga mematikan senter sehingga kita ada di kegelapan yang luar biasa, sementara kiri dan kanan kita jurang. Disinilah keindahan hutan malam terlihat. Maha besar Allah yang telah menciptakan begitu sempurnanya Alam ini dan juga yang telah melindungi kita berbagai bahaya saat kita pergi. Kita melihat kembali keindahan kunang-kunang yang telah lama kita tidak lihat. Kita melihat jamur yang bersinar, yang bagi Alif adalah yang pertama kalinya. Bagi Alif sendiri yang selama ini tinggal di kota, hal-hal seperti ini adalah hal yang luar biasa jarangnya.

Para pembawa tandu terus berjuang untuk membawa Iis sampai akhirnya mereka tidak kuat lagi dan kita putuskan untuk membopong saja Iis. Karena tidak ada lagi akhwat yang kuat, akhirnya dalam keadaan darurat seperti ini, ikhwanlah yang membopongnya. Irfan, Angga, Haroki, Rama yang menjadi pahlawan. Merekalah yang secara bergantian membopong Iis sampai ke perkampuangan.

Setelah berjalan selama kurang lebih 7 jam, akhirnya kita sampai di Pakuhaji. Waktu itu jam menunjukan pukul 9.15. Telat 3 jam dari target kita. Tetapi ketelatan itu tidak sebanding dengan keselamatan nyawa kita untuk sampai ke Pakuhaji.

Alhamdulillahirobbil'alamin. Kita sampai di sekolah tercinta pukul 10 malam. Dengan Ust. Rizal (Pengasuh Asrama) sudah berdiri di depan kantor untuk menunggu laporan Alif. Setelah semua kembali ke asrama masing-masing Alif masih melaporkan terlebih dahulu ke ust. Rizal apa yang terjadi sehingga kita sampai jam 10 malam.

Inilah perjalanan panjang kita. Sebuah perjalanan yang "full of moments". Sebuah perjalanan untuk menjadi pemimpin. Sebuah perjalanan untuk membuktikan jati diri sebagai "Pencinta Alam". Sebuah perjalanan untuk menyatukan perbedaan. Sebuah perjalanan untuk menafakuri keindahan ciptaan Allah. Dan Sebuah perjalanan yang menyadari kita, betapa kecilnya, dan betapa lemahnya kita di hadapan Sang Kholik, Allah SWT.

1 komentar:

  1. saudaraku yang dimulyakan Allah, saya fatih beeman, mahasiswa fikom unpad asal pandeglang. saya seorang penulis (sudah nerbitin 3 buku). sekarang sedang menulis novel yang mengupas tentang sumur tujuh pandeglang. saya kira itu adalah hal yang sangat eksotis dan excited buat diangkat.kiranya saudara mau membantu saya dengan menyajikan data2 ttg sumur7. terima kasih,
    always,
    fatih beeman
    http://fatihbeeman.blogspot.com

    BalasHapus